Penyakit.
Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh dan atau
pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau menimbulkan kesukaran
bagi penderitanya.
Dengan definisi ini, maka seharusnya pengobatan (atau
tepatnya penyembuhan) adalah upaya untuk mengembalikan tubuh dan pikiran agar
bisa berfungsi secara normal.
Namun pengertian obat bisa bermacam-macam. Bahkan banyak
yang tidak secara substansial menyembuhkan, tapi hanya mengatasi akibatnya
saja, yaitu mengatasi ketidaknyamanan (symptom)
saja.
Bahkan ada yang mengartikan obat sebagai “racun yang
dikendalikan dosisnya” untuk mengatasi ketidak normalan, atau ketidaknyamanan
tertentu.
Menelaah ini saja sudah menimbulkan keribetan tersendiri.
Misalnya saja, “pusing” atau “rasa nyeri” itu adalah akibat
adanya penyakit, bukan penyakitnya itu sendiri. Dengan memberikan analgetik,
pusing atau rasa nyeri hilang, tapi penyakitnya tidak tersentuh.
Tapi memang, manusia lebih berkepentingan dengan mengatasi
ketidaknyamanan, sehingga setiap proses yang segera menghilangkan
ketidaknyamanan disebut sebagai “pengobatan yang mujarab”. Pengobatan atau
proses penyembuhan yang benar, tapi melewati fasa peningkatan ketidaknyamanan
nyaris selalu ditolak, walaupun seringkali tak terhindarkan, seperti proses
operasi misalnya.
Makanya ada yang menyimpulkan, sebagian besar orang tidak
ingin sembuh, tapi ingin selalu nyaman/enak. Barangkali inikah kodrat manusia,
menginginkan hal yang enak, bukan yang baik ?
Ada yang “protes” : “Kalau ketidaknyamanan akibat keharusan
menjaga kesehatan itu malah lebih berat daripada ketidaknyamanan akibat sakit,
lalu buat apa ada obat dan dokter...?”
Padahal, menjaga kesehatan habis-habisanpun belum tentu
tetap sehat...!
Sama dengan menggaji seratus penjaga bersenjata lengkap agar
rumah kita aman dari pencuri. Maka bisa dikatakan bahwa “pencuri” harta kita
adalah para penjaga itu sendiri !
Masa sih untuk sehat seribet itu.....?
Tubuh manusia.
Hal terpenting yang harus kita pahami tentang tubuh manusia
:
- Tubuh manusia terdiri atas 80% air. Beberapa organ mengandung 90 – 95% air seperti otak dan darah. Setiap hari antara 1 – 2 liter air keluar dari tubuh kita melalui penguapan/keringat, air seni dan tinja.
- Tubuh orang dewasa terdiri atas sekitar 75 trilyun sel. Setiap hari sekitar setengah trilyun sel rusak/mati, sehingga memerlukan perbaikan/penggantian.
- Apapun yang menjadi tubuh kita sekarang, adalah apa yang masuk ke dalam tubuh (makanan, minuman, udara) dikurangi yang keluar (keringat, air seni, tinja, kulit yang mengelupas, gas sisa metabolisme melalui pernafasan).
- Ada beberapa trilyun bakteri baik yang ikut dalam proses metabolisme, disamping milyaran bakteri buruk dan virus yang tersembunyi siap menunggu kelengahan untuk muncul sebagai penyakit.
- Tubuh manusia adalah dokter dan pabrik farmasi, pabrik ‘bahan bangunan’, pabrik enzym, pabrik hormon, fasilitas pergudangan, fasilitas pengolah limbah, penetral racun dsb yang super canggih. Tapi semuanya memerlukan asupan untuk menjaga kelangsungan kerja pabrik dan bahan baku yang sesuai untuk menghasilkan produknya.
Jadi, kalau kita rasional, agar tubuh kita berfungsi normal,
yang paling diperlukan adalah asupan (makanan, minuman dan udara untuk bernafas)
yang bisa mengantisipasi kebutuhan pembentukan tubuh berikut semua proses dan
hasil kerjanya.
Sampai batas tertentu, fleksibilitas dan kemampuan
antisipasi tubuh menghadapi berbagai situasi memang bisa ditoleransi. Tapi bila
misalnya kita tidak memperoleh air/cairan selama seminggu saja, semua organ
akan rusak. Atau bila dalam seminggu kita hanya minum air murni saja, maka
perbaikan untuk sekitar 3 - 4 trilyun sel akan terabaikan, dan pada saat tubuh
tidak memiliki cukup persediaan, maka kerusakan organ juga pasti terjadi.
Jadi saya berpendapat bahwa menjaga kelangsungan asupan/intake yang benar jauh lebih penting
daripada pengobatan. Bahkan proses pengobatan yang mengabaikan asupan, apalagi
dalam waktu panjang, adalah proses pengobatan yang patut ditenggarai
kelaikannya.
Orang sakit mudah tertipu.
Ada pameo yang mengatakan bahwa orang sehat punya seribu
keinginan, sedangkan orang sakit cuma punya satu keinginan, yaitu SEMBUH.
Tapi tepatnya barangkali orang sakit punya SERIBU SATU
keinginan, yaitu sembuh plus SERIBU keinginan setelah sembuh.
Kuatnya keinginan untuk sembuh ini, mengakibatkan munculnya
harapan yang tidak rasional terhadap setiap tawaran kesembuhan. Harapan yang
tidak rasional inilah yang menyebabkan orang mudah ditipu. Berbagai “obat” dan
metoda yang tidak masuk akal laku dijual, karena logika tertutup oleh besarnya
keinginan untuk sembuh.
Tuhan menyediakan isi alam ini untuk digunakan
sebaik-baiknya oleh manusia. Hanya minum air bening selama tujuh hari, tanpa
gizi dan nutrisi lainnya, tidak akan mampu untuk menyediakan nutrisi yang
diperlukan untuk memperbaiki dan mengganti kerusakan dan kehilangan tiga trilyun
sel tubuh dalam seminggu.
Tuhan memang Maha Kuasa, tapi juga tidak akan membiarkan
manusia menyia-nyiakan akal dan karuniaNya dengan HANYA MEMINTA tanpa berbuat
yang sebaik-baiknya.
Karena sakit adalah keadaan abnormal, maka penanganannya
juga merupakan penanggulangan darurat, artinya hanya bersifat sementara sampai
penyakit hilang/sembuh. Ingat, tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya.
Sedangkan keadaan normal, adalah berfungsinya semua organ
sesuai dengan tujuan penciptaannya. Untuk menjaganya diperlukan tindakan rutin
yang juga normal, intinya makanan/minuman, udara dan olah jiwa-raga.
Hippocrates mengatakan : Jadikan makanan sebagai obatmu dan
obat sebagai makananmu. Saya menjabarkan ini secara sederhana: Makanan harus
menyehatkan, dan obat harus enak.
Sedangkan pepatah Latin menyebutkan : Mens sana in corpora sane (dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa
yang sehat). Saya menjabarkan tubuh yang
sehat sebagai prasyarat, sedang jiwa yang sehat sebagai hasil (setelah
dikombinasi dengan ‘makanan’ jiwa lainnya). Orang yang tubuhnya tidak sehat
akan sangat sulit untuk bisa diisi hal kejiwaannya dengan nutrisi jiwa yang
sehat.
Eksplorasi obat.
Sebagai seorang “intelektual” dengan pola pikir “modern”,
tentunya kalau kita menderita suatu penyakit, maka langsung dicari obatnya.
Rujukan utama adalah ilmu kedokteran.
Itu pulalah yang saya lakukan sesuai “arahan” para ahli
kesehatan. Rasa sakit atau pusing, dilawan dengan analgesik. Infeksi dilawan
dengan antibiotik atau antiseptik. Panas dilawan dengan antipiretik. Racun
dilawan dengan serum/antitoksin. Batuk dilawan dengan antitusif & expectorant. Kelebihan asam dilawan
dengan antacid. Alergi dilawan dengan
antihistamin dst.
Padahal itu bukanlah pengobatan, tapi hanya meredam gejala
saja. Hanya sebagian kecil yang diketahui awam yang memang benar-benar
pengobatan. Artinya yang mengembalikan tubuh pada kondisi normalnya.
Akibat dari “falsafah kedokteran modern” ini, pernah dalam
satu saat saya harus minum antara 12 sampai 20 butir tablet/kapsul. Demikian
ahlinya minum obat ini, sehingga 20 tablet obat ini bisa diminum hanya dengan
satu tegukan saja.
Sialnya lagi, praktis semua obat mempunyai efek samping,
karena sebagian besar obat modern ini adalah RACUN YANG DIKENDALIKAN DOSISNYA.
Tapi berbagai racun itu menyebabkan hati bekerja ekstra
keras, lalu rusak. Ginjal juga begitu. Jadilah hati rusak, ginjal rusak, maka
penyakit lainpun berdatangan.
Sesudah obat-obatan tidak memuaskan, lalu mencari suplemen
yang diiklankan begitu gencar, termasuk oleh perusahaan MLM. Kemudian setelah
muncul jargon “back to nature” dan
“kearifan lokal”, berbagai herbal dan metoda pengobatan juga dicoba. Obat alami
menjadi trend, dan obat kimia mulai
dimusuhi.
Padahal, apa sih yang bukan berasal dari alam, dan dalam
pengertian ilmiah, apa sih yang bukan senyawa kimia/biokimia ?
Predikat “alami” ataupun herbal ternyata cuma bahasa iklan
saja. Juga pengkonotasian “kimia” sebagai “jahat” hanyalah teknik persaingan
usaha.
Sampai saat ini, sebagian besar orang bila mendengar kata
“bakteri” langsung berkonotasi dengan “penyakit”. Padahal tanpa kehadiran
bakteri, baik di alam maupun dalam tubuh manusia, kehidupan tidak dapat
berjalan.
Psikosomatis.
Seorang sahabat yang dokter, pernah mengatakan bahwa
sebagian besar penyakit itu adalah psikosomatis, dan karenanya tidak perlu
obat. Artinya cukup gejalanya saja dihilangkan dan penyakit akan sembuh seiring
dengan hilangnya gejala. Awalnya saya tidak setuju.
Penyakit akibat virus tidak ada obatnya. Kalau orang terkena
flu misalnya, maka gejalanya yang diredam. Tubuh diberi kesempatan untuk
istirahat dan membuat antibodi. Antibodi inilah yang akan membunuh virus
penyakit. Sampai disini saya mulai setengah setuju.
Tapi apakah untuk membuat antibodi itu tubuh tidak
memerlukan bahan? Ini artinya makanan yang cukup bergizi sehingga mampu membuat
obat anti virus yang tepat.
Ternyata sementara orang punya keyakinan dan “bukti” bahwa
flu bisa disembuhkan dengan makan sop kaldu ayam. Bahkan ada saripati ayam yang
kemudian dijual sebagai obat.
Sekarang penjelasan mulai lengkap. Dengan menekan gejala
flu, antara lain mual, maka penderita bisa makan tanpa muntah. Bila diberi
makanan dengan gizi yang baik, maka ada bahan baku untuk membuat antibodi.
Antibodi inilah yang membasmi virus, sehingga orang menjadi sehat kembali.
Saya kembali menjadi tidak setuju dengan istilah
psikosomatis, tapi pemberian “obat” untuk mencegah ketidaknyamanan disertai
pemberian makan yang bergizi serta istirahat yang memungkinkan tubuh
menganalisis penyakit dan menjalankan pabrik obatnya, itulah yang menyembuhkan.
Saya rasa “pengobatan holistik” lebih tepat daripada istilah
“mengatasi” psikosomatis. Tapi mungkin “bagian” dokter itu hanya menghilangkan
ketidak nyamanan, dan “ketidak-nyamanan” adalah masalah psikologi.