Sabtu, 20 Agustus 2016

Memahami Penyakit & Tubuh.



Penyakit.

Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh dan atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau menimbulkan kesukaran bagi penderitanya.
Dengan definisi ini, maka seharusnya pengobatan (atau tepatnya penyembuhan) adalah upaya untuk mengembalikan tubuh dan pikiran agar bisa berfungsi secara normal.
Namun pengertian obat bisa bermacam-macam. Bahkan banyak yang tidak secara substansial menyembuhkan, tapi hanya mengatasi akibatnya saja, yaitu mengatasi ketidaknyamanan (symptom) saja.
Bahkan ada yang mengartikan obat sebagai “racun yang dikendalikan dosisnya” untuk mengatasi ketidak normalan, atau ketidaknyamanan tertentu.
Menelaah ini saja sudah menimbulkan keribetan tersendiri.
Misalnya saja, “pusing” atau “rasa nyeri” itu adalah akibat adanya penyakit, bukan penyakitnya itu sendiri. Dengan memberikan analgetik, pusing atau rasa nyeri hilang, tapi penyakitnya tidak tersentuh.
Tapi memang, manusia lebih berkepentingan dengan mengatasi ketidaknyamanan, sehingga setiap proses yang segera menghilangkan ketidaknyamanan disebut sebagai “pengobatan yang mujarab”. Pengobatan atau proses penyembuhan yang benar, tapi melewati fasa peningkatan ketidaknyamanan nyaris selalu ditolak, walaupun seringkali tak terhindarkan, seperti proses operasi misalnya.
Makanya ada yang menyimpulkan, sebagian besar orang tidak ingin sembuh, tapi ingin selalu nyaman/enak. Barangkali inikah kodrat manusia, menginginkan hal yang enak, bukan yang baik ?
Ada yang “protes” : “Kalau ketidaknyamanan akibat keharusan menjaga kesehatan itu malah lebih berat daripada ketidaknyamanan akibat sakit, lalu buat apa ada obat dan dokter...?”
Padahal, menjaga kesehatan habis-habisanpun belum tentu tetap sehat...!
Sama dengan menggaji seratus penjaga bersenjata lengkap agar rumah kita aman dari pencuri. Maka bisa dikatakan bahwa “pencuri” harta kita adalah para penjaga itu sendiri !
Masa sih untuk sehat seribet itu.....?

 

Tubuh manusia.

Hal terpenting yang harus kita pahami tentang tubuh manusia :

  1.  Tubuh manusia terdiri atas 80% air. Beberapa organ mengandung 90 – 95% air seperti otak dan darah. Setiap hari antara 1 – 2 liter air keluar dari tubuh kita melalui penguapan/keringat, air seni dan tinja.
  2.  Tubuh orang dewasa terdiri atas sekitar 75 trilyun sel. Setiap hari sekitar setengah trilyun sel rusak/mati, sehingga memerlukan perbaikan/penggantian.
  3. Apapun yang menjadi tubuh kita sekarang, adalah apa yang masuk ke dalam tubuh (makanan, minuman, udara) dikurangi yang keluar (keringat, air seni, tinja, kulit yang mengelupas, gas sisa metabolisme melalui pernafasan).
  4. Ada beberapa trilyun bakteri baik yang ikut dalam proses metabolisme, disamping milyaran bakteri buruk dan virus yang tersembunyi siap menunggu kelengahan untuk muncul sebagai penyakit.
  5.  Tubuh manusia adalah dokter dan pabrik farmasi, pabrik ‘bahan bangunan’, pabrik enzym, pabrik hormon, fasilitas pergudangan, fasilitas pengolah limbah, penetral racun dsb yang super canggih. Tapi semuanya memerlukan asupan untuk menjaga kelangsungan kerja pabrik dan bahan baku yang sesuai untuk menghasilkan produknya.

Jadi, kalau kita rasional, agar tubuh kita berfungsi normal, yang paling diperlukan adalah asupan (makanan, minuman dan udara untuk bernafas) yang bisa mengantisipasi kebutuhan pembentukan tubuh berikut semua proses dan hasil kerjanya.
Sampai batas tertentu, fleksibilitas dan kemampuan antisipasi tubuh menghadapi berbagai situasi memang bisa ditoleransi. Tapi bila misalnya kita tidak memperoleh air/cairan selama seminggu saja, semua organ akan rusak. Atau bila dalam seminggu kita hanya minum air murni saja, maka perbaikan untuk sekitar 3 - 4 trilyun sel akan terabaikan, dan pada saat tubuh tidak memiliki cukup persediaan, maka kerusakan organ juga pasti terjadi.
Jadi saya berpendapat bahwa menjaga kelangsungan asupan/intake yang benar jauh lebih penting daripada pengobatan. Bahkan proses pengobatan yang mengabaikan asupan, apalagi dalam waktu panjang, adalah proses pengobatan yang patut ditenggarai kelaikannya.

 

Orang sakit mudah tertipu.

Ada pameo yang mengatakan bahwa orang sehat punya seribu keinginan, sedangkan orang sakit cuma punya satu keinginan, yaitu SEMBUH.
Tapi tepatnya barangkali orang sakit punya SERIBU SATU keinginan, yaitu sembuh plus SERIBU keinginan setelah sembuh.
Kuatnya keinginan untuk sembuh ini, mengakibatkan munculnya harapan yang tidak rasional terhadap setiap tawaran kesembuhan. Harapan yang tidak rasional inilah yang menyebabkan orang mudah ditipu. Berbagai “obat” dan metoda yang tidak masuk akal laku dijual, karena logika tertutup oleh besarnya keinginan untuk sembuh.
Tuhan menyediakan isi alam ini untuk digunakan sebaik-baiknya oleh manusia. Hanya minum air bening selama tujuh hari, tanpa gizi dan nutrisi lainnya, tidak akan mampu untuk menyediakan nutrisi yang diperlukan untuk memperbaiki dan mengganti kerusakan dan kehilangan tiga trilyun sel tubuh dalam seminggu.
Tuhan memang Maha Kuasa, tapi juga tidak akan membiarkan manusia menyia-nyiakan akal dan karuniaNya dengan HANYA MEMINTA tanpa berbuat yang sebaik-baiknya.
Karena sakit adalah keadaan abnormal, maka penanganannya juga merupakan penanggulangan darurat, artinya hanya bersifat sementara sampai penyakit hilang/sembuh. Ingat, tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya.
Sedangkan keadaan normal, adalah berfungsinya semua organ sesuai dengan tujuan penciptaannya. Untuk menjaganya diperlukan tindakan rutin yang juga normal, intinya makanan/minuman, udara dan olah jiwa-raga.
Hippocrates mengatakan : Jadikan makanan sebagai obatmu dan obat sebagai makananmu. Saya menjabarkan ini secara sederhana: Makanan harus menyehatkan, dan obat harus enak.
Sedangkan pepatah Latin menyebutkan : Mens sana in corpora sane (dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat).  Saya menjabarkan tubuh yang sehat sebagai prasyarat, sedang jiwa yang sehat sebagai hasil (setelah dikombinasi dengan ‘makanan’ jiwa lainnya). Orang yang tubuhnya tidak sehat akan sangat sulit untuk bisa diisi hal kejiwaannya dengan nutrisi jiwa yang sehat.

 

Eksplorasi obat.

Sebagai seorang “intelektual” dengan pola pikir “modern”, tentunya kalau kita menderita suatu penyakit, maka langsung dicari obatnya. Rujukan utama adalah ilmu kedokteran.
Itu pulalah yang saya lakukan sesuai “arahan” para ahli kesehatan. Rasa sakit atau pusing, dilawan dengan analgesik. Infeksi dilawan dengan antibiotik atau antiseptik. Panas dilawan dengan antipiretik. Racun dilawan dengan serum/antitoksin. Batuk dilawan dengan antitusif & expectorant. Kelebihan asam dilawan dengan antacid. Alergi dilawan dengan antihistamin dst.
Padahal itu bukanlah pengobatan, tapi hanya meredam gejala saja. Hanya sebagian kecil yang diketahui awam yang memang benar-benar pengobatan. Artinya yang mengembalikan tubuh pada kondisi normalnya.
Akibat dari “falsafah kedokteran modern” ini, pernah dalam satu saat saya harus minum antara 12 sampai 20 butir tablet/kapsul. Demikian ahlinya minum obat ini, sehingga 20 tablet obat ini bisa diminum hanya dengan satu tegukan saja.
Sialnya lagi, praktis semua obat mempunyai efek samping, karena sebagian besar obat modern ini adalah RACUN YANG DIKENDALIKAN DOSISNYA.
Tapi berbagai racun itu menyebabkan hati bekerja ekstra keras, lalu rusak. Ginjal juga begitu. Jadilah hati rusak, ginjal rusak, maka penyakit lainpun berdatangan.
Sesudah obat-obatan tidak memuaskan, lalu mencari suplemen yang diiklankan begitu gencar, termasuk oleh perusahaan MLM. Kemudian setelah muncul jargon “back to nature” dan “kearifan lokal”, berbagai herbal dan metoda pengobatan juga dicoba. Obat alami menjadi trend, dan obat kimia mulai dimusuhi.
Padahal, apa sih yang bukan berasal dari alam, dan dalam pengertian ilmiah, apa sih yang bukan senyawa kimia/biokimia ?
Predikat “alami” ataupun herbal ternyata cuma bahasa iklan saja. Juga pengkonotasian “kimia” sebagai “jahat” hanyalah teknik persaingan usaha.
Sampai saat ini, sebagian besar orang bila mendengar kata “bakteri” langsung berkonotasi dengan “penyakit”. Padahal tanpa kehadiran bakteri, baik di alam maupun dalam tubuh manusia, kehidupan tidak dapat berjalan.

 

Psikosomatis.

Seorang sahabat yang dokter, pernah mengatakan bahwa sebagian besar penyakit itu adalah psikosomatis, dan karenanya tidak perlu obat. Artinya cukup gejalanya saja dihilangkan dan penyakit akan sembuh seiring dengan hilangnya gejala. Awalnya saya tidak setuju.
Penyakit akibat virus tidak ada obatnya. Kalau orang terkena flu misalnya, maka gejalanya yang diredam. Tubuh diberi kesempatan untuk istirahat dan membuat antibodi. Antibodi inilah yang akan membunuh virus penyakit. Sampai disini saya mulai setengah setuju.
Tapi apakah untuk membuat antibodi itu tubuh tidak memerlukan bahan? Ini artinya makanan yang cukup bergizi sehingga mampu membuat obat anti virus yang tepat.
Ternyata sementara orang punya keyakinan dan “bukti” bahwa flu bisa disembuhkan dengan makan sop kaldu ayam. Bahkan ada saripati ayam yang kemudian dijual sebagai obat.
Sekarang penjelasan mulai lengkap. Dengan menekan gejala flu, antara lain mual, maka penderita bisa makan tanpa muntah. Bila diberi makanan dengan gizi yang baik, maka ada bahan baku untuk membuat antibodi. Antibodi inilah yang membasmi virus, sehingga orang menjadi sehat kembali.
Saya kembali menjadi tidak setuju dengan istilah psikosomatis, tapi pemberian “obat” untuk mencegah ketidaknyamanan disertai pemberian makan yang bergizi serta istirahat yang memungkinkan tubuh menganalisis penyakit dan menjalankan pabrik obatnya, itulah yang menyembuhkan.
Saya rasa “pengobatan holistik” lebih tepat daripada istilah “mengatasi” psikosomatis. Tapi mungkin “bagian” dokter itu hanya menghilangkan ketidak nyamanan, dan “ketidak-nyamanan” adalah masalah psikologi.

Tidak ada komentar: